Lima tahun terakhir ini, kita semakin akrab dengan kata passion. Perbincangan semakin marak dengan ungkapan passion, baik yang telah memasuki dunia kerja ataupun yang masih menempuh pendidikan, terlebih yang mendekati masa akhir studi.
”Sebenarnya passion saya di dunia advertising, tetapi karena orang tua tidak mendukung, sekarang saya bekerja sebagai administrasi di perusahaan asuransi. Tapi tidak buruk juga, saya belajar banyak hal dan karier semakin membaik.”
”Saya sudah berusaha menjalani karier di perbankan bertahun-tahun, tetapi mungkin karena tidak ada passion, jadi rasanya saya tidak bisa menikmati. Saya ingin menjadi seorang desainer grafis.”
Sebagai praktisi SDM, kami kerap mendengar kalimat seperti itu di ruang interview ataupun konsultasi. Ada banyak alasan untuk menenangkan diri sendiri ketika karier yang sedang dijalani bukanlah yang menjadi passion. Ada pula banyak motif yang membuat seseorang meyakini memiliki passion dalam berkarier.
Pertanyaannya, apakah passion hadir sebelum berkarier atau ketika telah menjalaninya? Saya memiliki passion menulis sehingga saya menjadi seorang penulis, atau saya menemukan passion menulis ketika saya mencoba menulis? Jawabannya cukup simpel: keduanya sangat mungkin.
Apakah passion sama dengan hobi?
”Saya punya passion membaca, jalan-jalan, juga bermain musik, sebaiknya jurusan kuliah apa yang akan mendukung passion ini?”
Jika digambarkan dalam satu rentang perjalanan, minat menempati langkah awal, menyusul kemudian hobi, lantas passion. Sekali lagi, minat menjadi pintu gerbang bagi aktivitas yang bersifat sangat cair dan bebas dari tanggung jawab, yakni hobi. Minat juga bisa membuat kita melangkah lebih lanjut menjadi passion jika … disertai komitmen.